
Setelah selesai berkemas, Rafa langsung
berangkat menuju rumah Ria. Dengan kuda besi berwarna biru dipadu remang kabut
malam, tak membuatnya merasa ragu untuk bertemu dia yang lama ia rindu.
Tiba disana dengan suasana sepi. Entah apa
yang terjadi. Tak biasanya lingkungan tempat tinggalnya seperti itu, selalau
ada keriuhan dibalik bangunan kokoh bertingkat dua itu.
“Aku udah di depan ni” sebuah sms dikirim,
sekedar memastikan bahwa Ria memang ada di rumah.
Tanpa balasan pintu terbuka, sesosok tubuh
yang tak asing namun tampak berbeda muncul dibalik daun pintu itu. Ia menutup
kembali, dan mengunci pintu itu. Senyum yang lama tak terlihat begitu penuh
rona bahagia ketika ia melempar sebuah senyum khasnya sambil berjalan menuju ke
arah Rafa.
“Oke, kita berangkat.” Ucapnya sambil
menaiki si kuda biru yang siap dipacu menuju tempat yang tak tentu. Memang tak
ada tujuan pasti ketika Rafa mengajak Ria untuk keluyuran malam itu.
“Kemana orang-orang, tumben kok malam ini
sepi?” Tanya Rafa sambil fokus menatap jalanan.
“Orang rumah barusan keluar, mereka pergi
ke undangan teman papa.” Jawab Ria sambil mengatur posisi duduk yang ia rasa
belum begitu pas.
“Trus kita mau kemana?” tanya Ria
“Enaknya kemana, aku juga belum ada tujuan
ni. Jawab Rafa dengan nada seenaknya.
Entah jawaban yang menyenangkan ataupun
menyebalkan, tapi begitulah sikap Rafa, cuek.
“Terserahlah, yang nyopirkan dirimu, aku
sih ikut aja.” Balas Ria.
“Andai ada tempat yang bernama terserah,
mungkin tempat itulah yang paling ramai waktu semua orang tak punya tujuan
pasti” Kata Rafa dengan nada sok mengejek.
“Iih, udahlah, kita mutar-mutar aja dulu
ke pusat kota, siapa tau ada tempat yang pas nanti, baru kita singgah.”
Motor kian melaju, perbincangan kedua
remaja itupun semakin seru. Maklum, masa selama tiga bulan tak pernah bertemu
membuatnya begitu banyak cerita antara mereka.
Sedang asiknya bercerita, Rafa yang
mengemudi lupa berbelok ke arah bundaran. Ia mengambil jalur lurus yang bukan
menuju pusat kota. Sambil menertawakan kesalahan itu, obrolan kedua remaja itu
tampak semakin seru. Hingga tiba pada sebuah belokan dan mereka berlalu.
Rasanya
tak ingin kulanjutkan cerita ini karena aku hilang materi, mungkin karena sesak
banyaknya asap yang hinggap dengan sengaja dalam benakku. Okeh, baiklah ini
dia.
Motor
masih melaju dengan kondisi malam yang sedikit berkabut, ya itu karena asap
kiriman dari daerah yang pada saat itu sedang musim membakar hutan untuk
ladang. Rafa dan Ria masih asik ngobrol di atas motor, entah obrolan apalah
itu, tapi tampaknya begitu seru sehingga sepertinya Rafa yang mengemudi tak
terlalu fokus pada jalan. Itu membuatnya kadang ngerem mendadak karena
tiba-tiba di depannya ada kendaraan lain yang tak disadarinya entah datang dari
mana. Malam itu memang bukan malam minggu, malam jumat malahan. Tapi apalah
daya ketika rindu ingin bertemu, ku rasa kau juga tahu apa yang harus
dilakukan.
Di
depan ada sebuah belokan, tepatnya pertigaan. Rafa agak sedikit kebingungan
hendak belok ke arah mana.
“Ya,
belok kemana nih” tanyanya pada Ria dengan harapan setidaknya ia tidak bingung
memutuskan hendak ke arah mana.
“Ah,
terserah kau sajalah, aku sih pasrah”
“
...”
Namun
apalah daya bila semua jawaban bila ditanya kemana dijawab dengan terserah. Rafa
tak bisa menyalahkan ria karena memang yang ngajak keluyuran itu Rafa, harusnya
ia sudah punya satu tempat yang akan dituju bila tak mau bingung seperti itu.
Dengan
sedikit keraguan akhirnya ia memutuskan untuk belok ke arah kanan. Ada banyak
tempat memang yang bisa di tuju di sana, salah satunya taman kota.
“Eh
ya, gimana kalau kita singgah di taman kota, yang sekedar istirahatkan motor,
kasian dia dari tadi jalan terus, dinaiki lagi, berdua lagi”
“ayolah,
aku juga capek duduk terus, eh kita ngopi aja ya disana”
“okelah
kalau begitu” jawab Rafa kemudian menampah sedikit pulasan pada gas motornya.
Bersambung... [jika emang ada niat nyambungnya]