Ketika kejujuran yang mereka inginkan. Ini ceritaku.

raymunduswendi | September 24, 2013 | |
Eng ing eng...
“Jujur itu sangat sulit, kecuali kepepet” Kutipan tersebut kutemui beberapa waktu lalu di satu media jejaring sosial bernama twitter. Entah kenapa dalam waktu yang berdekatan, seakan setelah mengupdet  kutipan tersebut di Facebook, kejujuran perasaanku terhadap seseorang dipertanyakan. Sebenarnya bukan status itu yang menyebabkan pertanyaan itu timbul. Hanya saja aku merasakan moment update status itu berdekatan sekali dengan pertanyaan yang muncul. Dan sepertinya keadaan dan desakan itu telah membuat aku kepepet yang artinya aku harus jujur, walaupun katanya kejujuran itu kadang menyakitkan. Ia menyakitkan karena harus mengingat dan memutar balik waktu yang telah lama berlalu serta kenangan lama yang akan terkenang kembali. Yah, ini sebagai awalan saja.

Kejadian ini terjadi sekitar lima tahun yang lalu. Berawal dari bahu yang telah disandari seseorang. Sebuah rasa yang berbeda tumbuh menjelma menjadi rasa yang nampaknya akan berujung indah. Entah apa yg menjadi alasan kenapa bahu itu dengan mudah dan rela aku berikan padamu untuk bersandar. Itu tampak refleks yang masih murni dan alami.


Perlahan rasa itu kian tumbuh. Ingin rasa kulepas agar terasa bebas. Tapi dilema timbul kala ku tahu kau telah bersama yang lain. Bagiku itu terlalu awal. Memang kita dekat dan akrab. Aku pun tahu kau punya rasa yang kupunya juga. Tapi, aku tak tahu pasti apa alasan dibalik hubungan kalian itu. Ada spekulasi lain yang terdengar kalau itu hanya pelarian.

Itu masa dimana aku terlalu polos, belum banyak pertimbangan akan hal lain yang kelak mungkin akan berpengaruh pada kisah selanjutnya. Ya, satu hal yang baru ku sadar, kita “berbeda”. Sering kali aku terus berpikir bagaimana akhir dari perbedaan ini. Ketika dilema itu kembali terjadi, aku mulai berusaha lepas dari pikiran polosku. Kita begitu dekat, begitu akrab.

Pikiranku mulai merangkak ke depan tentang persahabatan kita yang mungkin bias retak karena bila rasa itu terjadi dan lalu terhenti dengan cara yg tak diingini. Yah… berawal dari pikiran yg sedikit penuh warna ini. Rasa sayangku padanya kuubah. Ia ku anggap adik, dengan begitu aku tetap masih bisa memberikan rasa sayangku padanya. Perlahan tapi ku yakin aku bisa. Rasa itu telah berubah.

Mungkin tampak berbeda karena aku tak pandai memanjakan seorang adik layaknya adik. Apalagi adik perempuan karena ku tak punya cukup pengalaman. Yah… hingga kini rasa itu telah berubah. Itu menurutku, belum tentu menurut orang lain. Lagi pula dia juga telah berpunya. Dan aku bahagia bila ia bahagia. Terutama ia juga telah menganggap aku sebagai abangnya. Dan ku rasa itu akan sampai akhir dimana kehidupan kita berakhir pula. kadang bila ingat masa lalu, apa lagi dengar lagu seventeen yang berjudul “Jalan Terbaik”, kadang senyum-senyum sendiri. Intinya aku akan tetap menyayanginya sebagai adik.

Share to

Facebook Google+ Twitter Digg

5 komentar:

Manusia akan berkomentar dengan bahasa yang baik, sopan, dan santun. Silakan berkomentar yang bersifat membangun. No Rasis, No SARA, No Long orang boleh.