Eng ing eng...
“Jujur itu sangat sulit, kecuali kepepet” Kutipan
tersebut kutemui beberapa waktu lalu di satu media jejaring sosial bernama
twitter. Entah kenapa dalam waktu yang berdekatan, seakan setelah
mengupdet kutipan tersebut di Facebook, kejujuran perasaanku terhadap
seseorang dipertanyakan. Sebenarnya bukan status itu yang menyebabkan
pertanyaan itu timbul. Hanya saja aku merasakan moment update status itu
berdekatan sekali dengan pertanyaan yang muncul. Dan sepertinya keadaan dan
desakan itu telah membuat aku kepepet yang artinya aku harus jujur, walaupun
katanya kejujuran itu kadang menyakitkan. Ia menyakitkan karena harus mengingat
dan memutar balik waktu yang telah lama berlalu serta kenangan lama yang akan
terkenang kembali. Yah, ini sebagai awalan saja.
Kejadian ini terjadi sekitar lima tahun yang lalu.
Berawal dari bahu yang telah disandari seseorang. Sebuah rasa yang berbeda
tumbuh menjelma menjadi rasa yang nampaknya akan berujung indah. Entah apa yg
menjadi alasan kenapa bahu itu dengan mudah dan rela aku berikan padamu untuk
bersandar. Itu tampak refleks yang masih murni dan alami.